Di Indonesia, kanker serviks masih menjadi penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbesar kedua setelah kanker payudara.
Kanker serviks sendiri dapat terjadi akibat adanya infeksi dari Human papilloma virus (HPV) dan diperkuat oleh adanya faktor risiko seperti kelainan genetik pada kekebalan, gaya hidup seperti kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual, ataupun faktor lainnya.
Virus HPV yang menyerang bagian leher rahim wanita menyebabkan terjadinya perubahan sel atau jaringan yang abnormal sehingga memungkinkan perkembangannya tidak terkendali hingga menjadi kanker.
Secara global sendiri, kanker tersebut menempati urutan ketujuh sebagai kanker yang paling banyak terjadi. Tidak Hanya itu, kanker ini juga menempati urutan kesembilan sebagai kanker penyebab kematian terbanyak di Asia Tenggara.
Terkait dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama dengan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia menjalankan strategi pengendalian kanker serviks melalui 4 pilar program [diantaranya] upaya promotif dan preventif, deteksi dini, perlindungan khusus, dan tatalaksana pengobatan.
Hal tersebut sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 71 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.
Hasil Wawancara Bersama Koordinator Substansi P2 PKKD
Melansir dari kumparan.com, berdasarkan hasil wawancara yang telah [dilakukan] bersama Koordinator Substansi P2 PKKD, dr. Aldrin Neilwan Pancaputra menyebutkan bahwa Keempat pilar tersebut [dilaksanakan] berdasarkan tergetnya masing-masing sesuai standar.
Yang mana kita harapkan tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan kesintasan populasi dengan menurunnya angka kematian dan kesakitan akibat kanker serviks sedangkan tujuan jangka pendeknya yaitu minimal sebesar 80% individu atau perempuan usia 30-50 tahun yang sudah aktif secara seksual telah melakukan deteksi dini minimal 3 tahun sekali.
Baca Juga: Pembangunan Jalur Pansela Tulungagung Dikebut Kementerian PUPR
Integrasi program deteksi dini tersebut [dilakukan] melalui program Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Keluarga Berencana (KB) di pelayanan kesehatan.
Progam IMS berjalan dengan deteksi dini melalui pemeriksan IVA sedangkan program KB dengan mengedukasi ibu yang telah konseling KB tentang anjuran pemeriksaan IVA di pelayanan kesehatan untuk pencegahan terjadinya kanker serviks. Hal ini [dilakukan] karena kanker serviks dapat [disembuhkan] jika terdeteksi sebelum penyakitnya parah.
“Pencegahan kanker serviks lebih awal dengan vaksin HPV gratis pada anak SD kelas 5 dan kelas 6 sedang kami tingkatkan dan [dilaksanakan] bersamaan dengan program kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Kami juga telah memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai sarana untuk melakukan campaign seperti webinar, penyebarluasan poster di media sosial atau website Kementerian Kesehatan, dan lomba terkait edukasi pencegahan kanker serviks. Segala upaya tentunya kita lakukan dengan bantuan pelayanan kesehatan seperti puskesmas maupun rumah sakit, serta LSM/organisasi profesi sehingga harapannya dapat meningkatkan cakupan deteksi dini [kanker serviks]” ujar dr. Aldrin Neilwan Pancaputrra.