Apa Menggunakan Bahasa Asing Menghilangkan Rasa Nasionalisme?
beritapapua.id - Ilustrasi bahasa asing. (Foto: Istimewa)

Di era globalisasi, dimana internet sudah cukup mudah diakses, sehingga membuat komunikasi semakin mudah, sekalipun terbentang samudera, daratan yang berjarak ribuan kilo meter. Berkomunikasi dengan orang asing pun sudah menjadi hal yang biasa, beberapa mungkin masih menggunakan aplikasi penerjemah, namun tidak sedikit juga dari mereka yang sudah menguasai bahasa asing dengan fasih. Bahasa asing yang [dikuasai] pun biasanya lebih dari satu.

Di zaman modern ini, bahasa asing tidak lagi hanya [dikuasai] oleh orang dewasa dengan kepentingan pekerjaan, tetapi juga anak-anak kecil yang memang sudah diajari sejak usia dini agar pelafalannya semakin baik. Bahkan tidak sedikit orangtua yang dengan senang hati merogoh kantong dan mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah Internasional demi mendapatkan pendidikan yang bertaraf internasional pula.

Namun, terkait dengan pelajaran bahasa asing, baik di sekolah negeri maupun di sekolah swasta, bahasa luar yang setidaknya [diajarkan] adalah bahasa Inggris. Hanya saja yang membedakan sekolah negeri dan sekolah swasta adalah waktu belajar mempelajari bahasa tersebut. Di swasta biasanya bahasa tersebut [diajarkan] lebih cepat, bahkan sejak dari sekolah dasar atau elementary. Lalu apa kaitannya belajar bahasa asing dengan rasa nasionalisme?

Banyak yang beranggapan bahwa ketika seseorang mempelajari bahasa luar dan sering menggunakannya dalam percakapan sehari-hari, maka orang tersebut memiliki rasa nasionalis yang lemah. Beberapa orang akan beranggapan bahwa seseorang yang lebih memilih berbicara dengan bahasa luar tidak memiliki kecintaan terhadap bahasa Indonesia yang merupakan salah satu budaya Indonesia, padahal tidaklah demikian.

Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah salah satu bentuk nasionalisme kita sebagai anak bangsa, seperti yang tertulis di dalam sumpah pemuda “Menjujung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia”. Namun meskipun demikian, bukan berarti kita [dilarang] untuk menguasai bahasa asing.

Rasa Nasionalis Tidak Ada Kaitannya Dengan Kemampuan Berbahasa Asing

Secara umum, nasionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia yang mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dalam mewujudkan kepentingan nasional. Singkatnya, nasionalisme dapat [disebut] sebagai rasa ingin mempertahankan negaranya, baik dari internal maupun eksternal.

Rasa nasionalis sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kemampuan berbahasa asing. Orang dengan kemampuan bahasa luar memang sering dipandang sebagai orang yang lebih berfikiran terbuka, namun bukan berarti mereka tidak memiliki rasa cinta terhadap tanah air. Sebaliknya, seseorang yang tidak mempelajari bahasa asing ataupun tidak bisa berbahasa asing, belum tentu juga memiliki rasa nasionalis yang tinggi.

Baca Juga: Kementerian PUPR Umumkan Indonesia Sebagai Tuan Rumah WWF 2024

Dari Puteri Indonesia kita bisa mengambil contoh, bahwa menguasai bahasa luar bisa membawa banyak dampak positif. Selain mengharumkan nama bangsa, menguasai bahasa asing juga bisa sebagai perwujudan toleransi kita sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Tidak ada salahnya mengajarkan anak-anak bahasa asing sejak dini. Misalnya tentang kemampuan dasar bahasa Inggris. Hal tersebut akan mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi persaingan global di masa mendatang.

Melansir dari azbahasainggris.com, bahasa asing juga bisa menjadi nilai tambah saat mencari pekerjaan. Mengingat banyak perusahaan asing yang mewajibkan karyawannya mampu berbahasa asing, terutama bahasa Inggris.

Dari pengertian nasionalisme saja seharusnya sudah bisa menjelaskan, bahwa rasa nasionalis tidak terpengaruh dengan kecerdasan berbahasa, itu semua kembali dan tergantung kepada masing-masing individu.