Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua Barat mendata angka partisipasi sekolah (APS) berdasarkan kelompok umur, anak usia 7-12 tahun merupakan kelompok terbanyak belum menikmati pendidikan.

Plt Kepala Bappeda Papua Barat Melkias Werinussa mengatakan, data per 20 Maret 2023 tercatat 3.881 anak usia 7-12 tahun yang belum pernah bersekolah, tersebar di tujuh kabupaten se-Papua Barat.

Untuk itu, pemerintah bersama lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha dan mitra kerja lainnya, akan memaksimalkan dana otonomi khusus (Otsus) untuk peningkatan kualitas pendidikan di Papua Barat.

Lantaran, Otsus di Tanah Papua mengutamakan peningkatan kesejahteraan Orang Asli Papua (OAP).
Satu diantaranya melalui pengoptimalan kualitas pelayanan dasar, yakni pendidikan dan kesehatan.

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.

“Khusus yang Otsus memang saat ini sedang disarankan sekolah berpola asrama,” papar Melkias Werinussa dalam dialog multi pihak pendidikan yang digelar USAID Kolaborasi di Manokwari, Selasa (21/3/2023).

Di sisi lain, ia mengaku akses dan peluang anak bersekolah di Papua Barat justru sudah semakin efektif.
Hal itu terlihat dari rata-rata lama sekolah (RLS) dan harapan lama sekolah (HLS) di Papua Barat yang menunjukkan tren peningkatan dari 2016 hingga 2021.

Pada 2021 RLS di Papua Barat mencapai 7,69 tahun, sementara target nasional sebesar 8,54 tahun.

Peningkatan yang sama juga terjadi pada HLS, bahkan pada 2021, Papua Barat telah melampuai target nasional sebesar 13,08 tahun dengan torehan HLS sebesar 13,13 tahun.

“Rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah ini jadi komponen pembentuk IPM (indeks pembangunan manusia). Sehingga, perlu kita tingkatkan,” ujar Werinussa.

Sementara itu, pemerhati pendidikan dari Yayasan Mitra Perempuan Papua Barat, Yuliana Numberi merekomendasikan agar belanja non fisik perlu dioptimalkan.

Lantaran, pembangunan fisik berupa sekolah-sekolah sudah cukup menjamur di Papua Barat.

Namun belum didukung dengan peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan.

Hal tersebut bisa dilihat dari potret alokasi dan realisasi belanja program pada dinas pendidikan tahun 2019.

Dari alokasi satu miliar rupiah untuk peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, yang terserap hanya sekitar 22 persen atau setara 447 juta rupiah.

Alokasi untuk urusan pendidikan mengacu pada Pergub No. 53 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Penerimaan Khusus, dalam Rangka Pelaksanaan Otsus di Papua Barat.

“Pelatihan guru bisa lewat MGMP atau musyawarah guru mata pelajaran. Sementara untuk anak-anak yang putus sekolah atau belum sekolah bisa dengan pelatihan dan kursus,” beber Yuliana Numberi.

Untuk diketahui, wujud keseriusan pemerintah pusat membangun Papua melalui pendidikan yakni dengan kucuran dana berbasis kinerja (dana Otsus) sebesar 1,25 persen.

Anggaran tersebut diamanatkan untuk pendanaan percepatan kesejahteraan salah satunya pada bidang pendidikan, dengan mewajibkan minimal alokasi sebesar 30 persen.

Ditambah lagi pemerintah telah menetapkan alokasi 35 persen dari dana bagi hasil sumber daya alam (70 persen dari migas), mesti digunakan untuk belanja urusan pendidikan.

Merujuk data Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua Barat, pada 2023 Papua Barat mendapat kucuran dana Otsus sebesar Rp 2,30 triliun.

Sementara itu, USAID Kolaborasi merupakan program yang bertujuan untuk mengoptimalkan implementasi Otsus di wilayah Papua dan Papua Barat. Sehingga percepatan kesejahteraan OAP melalui tata kelola pemerintahan yang baik.

USAID Kolaborasi didanai oleh United Stated Agency for International Development (USAID) dan dilaksanakan dalam kurun waktu 2022-2027 yang diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama mitra, yaitu International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan KITONG BISA Foundation.

USAID Kolaborasi merupakan program hasil co-creation atau desain bersama Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri.