Perekonomian Indonesia yang diramal akan melambat menjadi kabar kurang sedap yang membuat kinerja pasar keuangan dalam negeri pada pekan lalu cenderung tidak menggembirakan, di mana pasar saham, mata uang dan obligasi pemerintah RI terpantau lesu. Tidak hanya pelambatan ekonomi, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal diperkirakan masih akan terus terjadi. Proyeksi tersebut diungkapkan langsung oleh pemerintah lewat pihak terkait.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan lalu tercatat ambles 4,34% secara point-to-point (ptp). Bahkan sebulan terakhir, indeks sudah ambles 5,28% dan longsor hingga 7,28% selama 3 bulan terakhir.

Pada perdagangan Jumat (9/12/2022) pekan lalu, IHSG ditutup ambles 1,31% ke posisi 6.715,12.

Mengutip data bursa, pada pekan lalu, investor asing tercatat melepas saham-saham di Tanah Air dengan catatan jual bersih (net sell) mencapai Rp 7,37 triliun di pasar reguler.

Sedangkan dari pasar mata uang dalam negeri, yakni rupiah, sepanjang pekan lalu terpantau ambles 1,02% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp).

Namun pada perdagangan akhir pekan lalu, mata uang Garuda ditutup di Rp 15.425/US$. Menguat 0,24% dari posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar obligasi pemerintah RI atau surat berharga negara (SBN), imbal hasil (yield) SBN pada pekan lalu kompak naik, menandakan bahwa investor cenderung melepasnya.

Mengacu pada data Refinitiv, SBN bertenor 10 dan 15 tahun menjadi yang paling banyak dilepas oleh investor dan yield-nya naik cukup signifikan. Yield SBN tenor 10 tahun naik 11,5 basis poin (bp), sedangkan yield SBN tenor 15 tahun melonjak 16,6 bp.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menjadi pemberat IHSG hingga lima hari beruntun, di mana saham GOTO terus menyentuh batas auto reject bawah (ARB). Maklum saja, saham GOTO merupakan salah satu saham yang bobotnya cukup besar terhadap IHSG, sehingga pergerakannya dapat mempengaruhi gerak IHSG.

Namun, IHSG dan rupiah yang merana terjadi karena meningkatnya ancaman resesi global akibat dari kebijakan moneter ketat.

Sejumlah CEO dari lembaga multinasional memperingatkan mengenai ancaman tersebut. Misalnya, CEO Bank of America, Brian Moynihan yang memperkirakan ekonomi AS akan terkontraksi pada kuartal I hingga kuartal III tahun depan sebelum tumbuh positif pada kuartal IV-2022.

Di sisi lain, semua mata saat ini masih tertuju pada kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Investor terus mencermati rilis data-data makro yang akan memberikan sinyal harapan The Fed melonggarkan kebijakan moneternya ke depan.

Untuk diketahui, Inflasi AS mencapai 7,7% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2022, melandai dari 8,5% (yoy) pada September. Kendati melandai, inflasi masih jauh dari target The Fed yakni di kisaran 2%.

Chief Economist Goldman Sachs, Jan Hatzius, memperkirakan penjualan ritel melandai 0,2% pada November dibandingkan bulan sebelumnya. Data Adobe juga menunjukkan jika ada penurunan penjualan sebesar 4% (yoy) selama pesta diskon Black Friday November lalu.

The Fed akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Desember mendatang. Polling Reuters menunjukkan 93% responden memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 375 bp sepanjang tahun ini menjadi 3,75-4,0%.

Di sisi lain, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2022 berpotensi melambat. Angkanya bisa di bawah 5% secara tahunan.

“Kita lagi estimasi, tapi kurang lebih di sekitar 5% atau sedikit di bawah 5%,” kata Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu saat ditemui di kawasan DPR RI, Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal-IV ini dipengaruhi oleh semakin beratnya tantangan perekonomian pada akhir tahun, terutama dari sisi global. Perlambatan ekonomi global itu menurutnya makin berdampak ke dalam negeri.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meramalkan bahwa gelombang PHK tidak akan berhenti. Alih-alih berhenti, dia justru menilai akan ada fenomena PHK besar ke depannya.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (10/12/2022). Menurutnya, penyebab gelombang PHK ini adalah situasi dunia yang kian memburuk dikhawatirkan akan memukul perekonomian dalam negeri dan berujung kepada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dia menilai pemburukan dari dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian yang belum berakhir ini semakin diperparah dengan lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.

“Tekanan capital outflow, depresiasi nilai rupiah, serta penurunan ekspor dan kinerja manufaktur yang berpotensi meningkatkan PHK menjadi dampak risiko eksternal yang harus mendapatkan perhatian lebih untuk diantisipasi,” tegas Airlangga.

Airlangga bahkan berpendapat, ketidakpastian yang tinggi akibat dari kondisi ini juga telah menempatkan perekonomian global berada dalam pusaran badai yang sempurna, the perfect storm, sehingga mengakibatkan munculnya ancaman resesi global pada 2023.

Beralih ke AS, mayoritas bursa saham Wall Street pada perdagangan pekan lalu terpantau ambles.

Secara point-to-point pada pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpantau ambles 2,77%, S&P 500 ambrol 3,37%, dan Nasdaq Composite ambruk 3,99%.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, Dow Jones ditutup merosot 0,9%, S&P 500 melemah 0,74%, dan Nasdaq terkoreksi 0,7%.

Pada Jumat lalu, inflasi berdasarkan produsen (Indeks Harga Produsen/IHP) AS periode November 2022 dilaporkan turun menjadi 7,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), dari sebelumnya pada Oktober lalu sebesar 8,1%.

Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHP Negeri Paman Sam bulan lalu masih sama seperti Oktober lalu, yakni sebesar 0,3%. IHP inti, yang tidak termasuk makanan dan energi, juga melampaui ekspektasi.

Investor di AS akan menanti rilis data inflasi berdasarkan konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) pada Selasa besok. Mereka berharap bahwa inflasi kembali melandai, agar The Fed benar-benar mengurangi laju kenaikan suku bunga acuannya.

Sebelumnya pada Oktober lalu, IHK AS dilaporkan melandai ke 7,7% (yoy) dibandingkan September (8,2%). Tetapi, IHK Oktober lalu masih jauh di atas target The Fed yakni 2%.

Sehari setelah perilisan IHK AS bulan lalu, The Fed akan menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC). Inflasi menjadi pertimbangan utama The Fed dalam menentukan kebijakan moneternya.

Polling Reuters menunjukkan 93% responden memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp. The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 375 bp sepanjang tahun ini menjadi 3,75-4,0%.

“Sepanjang tahun ini, pergerakan bursa saham saat ini sangat tergantung pada data inflasi dan seterusnya akan seperti itu,” tutur senior wealth advisor Payne Capital Management, Courtney Garcia, dikutip dari CNBC International.

Investor telah lama mengharapkan perubahan dari sikap pengetatan agresif The Fed, tetapi data berkata lain, di mana data tenaga kerja dan data aktivitas jasa masih cukup baik.

“Harapan kami bahwa kami benar-benar perlu melihat inflasi turun mendekati suku bunga Fed Funds agar The Fed berhenti bersikap agresif,” kata Stephanie Lang, kepala investasi di Homrich Berg, dikutip dari CNBC International.

“Masih ada sedikit pekerjaan yang harus dilakukan di depan inflasi untuk benar-benar melihat itu sebagai kenyataan,” tambahnya.

Sebelum memulai perdagangan hari ini hingga beberapa hari ke depan di pekan ini, investor sebaiknya mencermati beberapa agenda ekonomi dari dalam negeri, maupun luar negeri.

Sepanjang pekan ini, sentimen masih terkait dengan kebijakan suku bunga terbaru The Fed, di mana pada Rabu pekan ini, The Fed akan menggelar rapat FOMC sekaligus mengumumkan kebijakan suku bunga terbaru.

Konsensus pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bp atau lebih rendah dari sebelumnya yang mencapai 75 bp, seiring dengan tekanan inflasi yang terus mereda.

Namun sebelum pengumuman suku bunga terbaru The Fed, pada Selasa pekan ini, data inflasi berdasarkan konsumen (IHK) AS periode November 2022 akan dirilis.

Konsensus pasar dalam polling Trading Economics memperkirakan IHK akan kembali melandai sedikit menjadi 7,3% (yoy) dan turun menjadi 0,3% (mtm). Sedangkan IHK inti juga akan melandai menjadi 6,1%.

Inflasi menjadi pertimbangan utama The Fed dalam menentukan kebijakan moneternya. Sehingga, perilisan IHK kali ini kembali akan dipantau secara ketat oleh The Fed.

Pasar juga akan memantaunya dengan ketat dari data IHK bulan lalu dan sekaligus untuk membuktikan bahwa The Fed memang benar-benar ingin mengurangi laju kenaikan suku bunga acuannya.

Sementara dari dalam negeri, ada ekspektasi surplus neraca dagang berlanjut dengan nilai mencapai US$ 4,4 miliar atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 5,7 miliar.

Kebijakan Fed yang sudah diantisipasi serta berlanjutnya surplus neraca dagang diharapkan mampu menjadi katalis positif untuk aset-aset keuangan domestik terutama saham dan nilai tukar rupiah.

Pada hari ini, beberapa data penting dari global akan dirilis, di mana salah satunya yakni data pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris periode kuartal III-2022 dan November 2022.

Pada kuartal III-2022, data final dari PDB Inggris diperkirakan akan kembali lesu menjadi -0,4%, dari sebelumnya pada kuartal II-2022 sebesar 0,2%.

Secara teknis, perekonomian Inggris telah memasuki resesi. Ekonom di Danske Bank memperkirakan pertumbuhan PDB negatif selama empat kuartal berturut-turut dan pertumbuhan tidak akan kembali hingga kuartal keempat 2023.

“Angka PDB kuartal ketiga menandai awal resmi resesi dan ekonomi kemungkinan akan semakin melemah dari sini. Kami memperkirakan pertumbuhan PDB negatif selama empat kuartal berturut-turut. Pertumbuhan positif tidak akan kembali hingga kuartal keempat 2023. Tingkat pengangguran akan naik ke 5% pada akhir periode prakiraan,” kata ekonom Danske Bank.

Tekanan inflasi akan tetap tinggi selama 2023, memaksa bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut. Namun, pengamat menilai bahwa BoE dapat menurunkan suku bunga acuannya pada 2024.

Tak hanya data PDB saja yang akan dirilis, data ekonomi Inggris lainnya juga akan dirilis pada hari ini, seperti data produksi industri periode Oktober 2022 dan data neraca perdagangan periode Oktober 2022.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data indeks harga produsen Jepang periode November 2022 (06:50 WIB),
  2. Rilis data pertumbuhan ekonomi Inggris periode kuartal III-2022 dan Oktober 2022 (14:00 WIB),
  3. Rilis data produksi industri Inggris periode Oktober 2022 (14:00 WIB),
  4. Rilis data neraca perdagangan Inggris periode Oktober 2022 (14:00 WIB).

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. RUPS Luar Biasa PT Wismilak Inti Makmur Tbk (10:00 WIB),
  2. RUPS Luar Biasa PT Aneka Gas Industri Tbk (11:00 WIB),
  3. Tanggal cum HMETD PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk,
  4. Tanggal cum HMETD PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2022 YoY)

5,72%

Inflasi (November 2022 YoY)

5,42%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (November 2022)

5,25%

Surplus Anggaran (APBN 2022)

3,92% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (Q3-2022 YoY)

1,3% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q3-2022 YoY)

US$ 1,3 miliar

Cadangan Devisa (November 2022)

US$ 134 miliar