Filosofi Satu Tungku Tiga Batu Penguat Toleransi di Fakfak Papua Barat
beritapapua.id - Filosofi Satu Tungku Tiga Batu Penguat Toleransi di Fakfak Papua Barat - Kompas

Satu tungku tiga batu adalah dasar kerukunan di Fakfak, Papua Barat. Tungku adalah simbol dari kehidupan, sedangkan tiga batu adalah simbol dari “kau”, “saya” dan “dia” yang membuhul perbedaan baik agama, suku, status sosial dalam satu wadah persaudaraan.

Abbas menjelaskan pada zaman dahulu, orang Mbaham Matta Wuh memasak di atas tungku unik yang terdiri dari tiga batu besar yang berukuran sama lalu disusun dalam satu lingkaran dengan jarak yang sama sehingga bisa menopang kuali untuk memasak. “Batunya harus kuat, kokoh dan tahan panas serta tidak mudah pecah. Kayu bakar diletakkan di sela-sela batu untuk memasak. Lalu kuali diletakkan di atasnya untuk memasak.

Harus imbang, tidak boleh timpang. Kalau tidak, kuali akan jatuh dan pecah. Itulah simbol. Satu tungku tiga batu itu kemudian menjadi pegangan hidup masyarakat Fakfak. Dulu hanya diwariskan secara turun temurun di keluarga baru sekitar tahun 1990-an dirumuskan secara resmi oleh pemerintah kabupaten,” jelas Abbas. Ia bercerita sejak lama Fakfak dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, salah satunya adalah pala. Hal tersebut yang membuat banyak pedagang yang singgah ke Fakfak, termasuk pedagang dari Tidore dan Ternate yang memeluk agama Islam untuk berniaga.

Saat Natal, warga muslim diundang untuk menyalakan lilin di gereja. Begitu pula ketika Hari Raya Idul Fitri, warga Muslim juga mengundang tetangga mereka yang mayoritas Kristen untuk halal bi halal.

Baca Juga: Dari mana Asal Lagu Yamko Rambe Yamko?

Makna Satu Tungku Tiga Batu

Semboyan Satu Tungku Tiga Batu yang merupakan representasi falsafah beragama di sana. Kata ‘Tiga Batu’ dalam semboyan tersebut mewakili umat Muslim, Katolik, dan Protestan.

Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon Saidin Ernas mengatakan, istilah yang melambangkan harmonisasi, toleransi, dan kerukunan ini mulai dipropagandakan sejak 2001 di Fakfak.

“Berbagai usaha untuk memberi legitimasi kultural dan politik terhadap simbol tersebut terus dilakukan agar publik menerima bahwa Satu Tungku Tiga Batu adalah identitas kolektif masyarakat Fakfak,” tulisnya dalam artikel jurnal berjudul ‘Makna Satu Tungku Tiga Batu dalam Dinamika Politik Lokal di Fakfak Papua Barat’ (2015).

Secara filosofis, ‘tungku’ berarti tanah, daerah, atau negeri yang harus dilindungi. Sedangkan ‘tiga batu’ melambangkan tiga sendi kehidupan masyarakat Fakfak. Yakni adat, pemerintah, dan agama.

Bukan cuma itu, “tiga batu’ juga mewakili tiga agama yang ada di Fakfak yaitu Islam, Protestan, dan Katolik. Hal ini dijelaskan oleh Dosen Program Pascasarjana STT Reformed Injili Internasional Daud Alfons Pandie dalam artikel jurnal berjudul ‘Konsep Satu Tungku Tiga Batu Sosiokultural Fakfak sebagai Model Interaksi dalam Kehidupan Antarumat Beragama’.

“Konsep (Satu Tungku Tiga Batu) tersebut mendasari pola pikir dan menetapkan soal integrasi sebagai kekuatan persaudaraan etnis Papua, walaupun agama berbeda,” tulis Daud.