Guru Dikeroyok 3 Siswa Berusia 17 Tahun di Kupang – Kasus Penganiayaan kembali lagi terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Seorang guru dikeroyok oleh 3 orang siswanya. Guru tersebut berinisial FY. Dia sedang bertugas menjadi pengawas di sebuah Sekolahan.
Kronologi terjadinya peristiwa tersebut berawal dari korban mengecek dan memeriksa daftar hadir. Ternyata ada satu siswa yang belum mengisi daftar hadir tersebut. Selanjutnya guru tersebut menanyakan kepada peserta ujian, tetapi semua diam dan tidak ada yang menjawab. Kemudian ada seorang siswa marah-marah dan menyatakan bahwa semua daftar isi seharus nya telah diisi.
FY mendatangi siswa tersebut dan diingkatkan kepada siswa yang bersangkutan bahwa “kamu jangan begitu caranya enggak sopan, enggak menghargai saya.” Perkataannya tersebut kemudian memancing 2 orang temannya yang lain, FY kemudian mendatangi siswa itu kembali dan menempelengya.
Karena tidak menerima ditempeleng, siswa tersebut melempar kursi namun tidak mengenai FY. Dipukulah FY hingga terjatuh, lalu 2 orang temannya langsung menginjak-injak FY selaku guru pengawas pada saat itu terjadi. FY yang mengalami penganiayaan lanjut melakukan visum yang hasilnya dinyatakan bahwa FY mengalami luka berat. Akibatnya pihak korban melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Ketiga siswa yang melakukan pengeroyokkan tersebut merupakan siswa kelas 9 yang berinisial CY, YC, dan OB, dimana ketiganya masih berusia 17 tahun. Polisi menetapkan serta menahan ketiga siswa tersebut sebagai tersangka dan dikenakkan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai pengeroyokkan dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun 6 bulan. Polisi belum menemukan kedua pihak untuk melakukan upaya mediasi. Walaupun begitu, ketiganya tetap akan menjalani prosedur hukum yang berlaku.
Baca Juga: Bentrokan Antara Ojol dan Debt Collector di Yogyakarta
Sistem Peradilan Anak Bagi Anak yang Berhadapan Dengan Hukum
Karena ketiganya masih berusia 17 tahun maka dianggap sebagai anak yang berkonflik dengan hukum. Artinya diberlakukan lah sistem peradilan yang berbeda pada umumnya, yaitu Sistem Peradilan Pidana Anak.
Diberlakukannya Sistem Peradilan Pidana Anak berdasarkan dari usia anak yang berkonflik dengan hukum. Pada Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 Butir 3 disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berusia 12 tahun, tetapi belum berusia 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak ini nantinya berbeda prosesnya dengan peradilan umum. Bedanya adalah Sistem Peradilan Pidana Anak mengenal proses yaitu Keadilan Restoratif dan Diversi.
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali kepada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Intinya mencari penyelesaian terhadap tindak pidana dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.
Sedangkan Diversi adalah penyelesaian perkara secara informal atau diluar dari peradilan pidana untuk menyelesaikan persoalan hukum secara musyawarah, dan dengan demikian tidak dikenai sanksi pidana pemenjaraan melainkan pembinaan. Diversi baru dapat dipergunakan apabila ancaman berupa kurungan kurang dari 7 tahun sebagaimana diatur pada Pasal 7 Ayat (2) UU No 11 Tahun 2012 Tentang Peradilan Pidana Anak. Semoga saja kedepannya kasus perundungan bisa terus menurun, serta orang tua, dan guru, keluarga berperan dalam membentuk perilaku anak untuk menekan tindakan perundungan.