Indonesia Jadi Netizen Paling Tidak Sopan, Apa Artinya?
Ilustrasi Netizen sosial media (foto : kompas.com)

Indonesia Jadi Netizen Paling Tidak Sopan, Apa Artinya? – Berdasarkan survei Digital Civility Index (DCI), Indonesia menduduki peringkat paling bawah dalam tingkat kesopanan pengguna internet dunia. Survey tersebut menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara paling tidak sopan se-Asia Tenggara dalam hal ber-media sosial.

Surviy menyebut 3 faktor yang membuat Indonesia memiliki netizen paling tidak ramah. Pertama, hoaks dan penipuan pada angka 47 persen. Kedua, faktor ujaran kebencian pada angka 27 persen. Ketiga, faktor diskriminasi dengan angka 13 persen.

Total keseluruhan angka yang Indonesia miliki sekitar 76 poin. Semakin tinggi angka, maka semakin buruk tingkat pergaulan masyarakat dalam media sosial.

Alih-alih memperbaiki perilaku, ada sejumlah warga yang justru menyerang balik lembaga survei. Ini semakin menegaskan posisi Indonesia sebagai negara yang paling tidak sopan dalam ber-media sosial.

Adapun perilaku tidak sopan mencakup menggungah konten hoaks, komentar diskriminatif, perilaku mengejek, hingga faktor ujaran kebencian. Dengan demikian, perlu bagi kita mengamati kembali masalah ini.

Pertama, kita dapat memahami makna dari survei tersebut. Jadi, bagaimana caranya?

Apa yang Dapat Kita Lakukan dari Hasil Survey Tersebut?

Bayangkan, terdapat 175,4 juta penduduk Indonesia yang telah menggunakan internet. Dari jumlah tersebut sekitar 160 juta aktif menggunakan medsos dari total 272,1 juta keseluruhan penduduk.

Baca Juga : Inilah 4 Golongan yang Tidak akan Tersentuh Api Neraka

Angka tersebut menjelaskan bahwa lebih dari 50 persen orang Indonesia aktif ber-media sosial. Data tersebut merupakan hasil penelitian dari perusahaan asal Inggris, We Are Social, pada Januari 2020 lalu.

Dari angka tersebut, sebesar 88 persen mengakses Youtube. Kemudian, pengguna Whatsapp sebesa 84 persen, Facebook 82 persen, Instagram 79 persen, Twitter 56 persen, dan Line 50 persen.

Jumlah ini kian bertambah lantaran pandemi Covid-19. Pengamat Psikososial dan Budaya, Endang Mariani, menyebut pandemi berpotensi mendorong perilaku tidak sopan netizen.

Menurutnya, ujaran kebencian dan ketidaksopanan dalam medsos boleh jadi bentuk rasa frustasi yang meluap. Pandemi yang mencekik membuat orang ingin marah-marah. Salah satunya, dapat melalui medsos.

“Apalagi dalam dunia media sosial, seseorang dapat menyembunyikan identitas diri sebenarnya, seperti menggunakan nama samaran. Sehingga, lebih berani melemparkan kata-kata yang tidak pada tempatnya untuk membully pihak lain,” ungkap Endang, mengutip kompas.

Kedua, tingginya angka hoaks dan penipuan boleh jadi sebab dari faktor ekonomi. Pandemi membuat mobilitas masyarakat mandek. Bahkan, untuk kerja saja mereka sulit. Salah satu upaya ringan yang dapat mereka lakukan adalah menipu lewat medsos.

“Dari yang saya amati, banyak penipuan yang menggunakan alasan kesusahan, sementara di sisi lain, orang Indonesia terkenal dermawan. Salah satunya berdasarkan CAF World Giving Index,” ujar doktor lulusan Psikologi Universitas Indonesia ini.

“Banyak orang segera mewujudkan keinginan memberikan pertolongan pada orang yang membutuhkan bantuan, tanpa menyadari adanya kemungkinan penipuan,” imbuhnya.

Netizen Bijaklah Bermedsos

Ini menjelaskan bahwa netizen Indonesia kurang mampu menahan perilaku. Baik dalam medsos atau sebaliknya. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr Haedar Nashir, pernah membahas terkait hal ini.

Momennya pun sangat tepat, yakni menjelang puasa. Bahwa, menahan diri untuk tidak berperilaku buruk juga perlu terwujud pada media sosial.

Jangan jadikan medsos menjadi tempat untuk saling menumpahkan marah, kebencian, perseteruan, dan berbagai ujaran yang membuat kita retak sebagai bangsa tidak produktif. Bahkan mungkin membuat kehidupan menjadi sumpek,” ungkap Dr Haedar Nashir, mengutip jawapos.

Selain itu, bijak bermedia sosial punya efek positif lainnya. Salah satunya terkait penerimaan pekerjaan. Bahwa, sudah mulai banyak perusahaan yang akan melakukan cek medsos pada calon karyawannya.

“Kedepan (pengecekan) akun medsos akan menjadi tren bagi perusahaan saat akan menerima karyawan sehingga kalau medsos kita gak benar itu bisa mengganggu perjalanan karier kita,” kata Menaker, Hanif Dhakiri, tahun 2019 lalu.

Dengan demikian, mulailah untuk bijak dalam bermedia sosial. Jangan mudah berkomentar yang tidak penting pada postingan tertentu.