Jangan Tutupi Status Covid-19 – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartanto sedang menjadi sorotan nasional. Keputusan Airlangga untuk menyumbang plasma darah konvalesen, Senin (18/1/2021) sebagai eks pasien Covid-19 cukup mengejutkan. Betapa tidak? Airlangga Hartanto selaku Menteri seharusnya bisa menjadi contoh bagi masyarakat, bagaimana seharusnya keterbukaan status sebagai yang terpapar.
Status Covid-19
Upaya pengendalian Covid-19 oleh pemerintah dan satgas covid, mengandung unsur 3T, yakni: testing, tracing, treatment (menguji, melacak dan merawat). Melacak atau tracing merupakan unsur yang penting bagi pemerintah untuk membendung persebaran covid di tengah masyarakat.
Sejak awal pandemi menghantam Indonesia, pemerintah sudah meminta agar masyarakat tak perlu malu untuk mengakui sebagai orang yang terpapar. Hal ini penting agar satgas covid bisa melakukan pelacakan atas orang-orang yang pernah berinteraksi dengan pasien positif tersebut.
Airlangga Hartanto telah memberikan contoh buruk bagi masyarakat, tentang bagaimana pemerintah menjalankan 3T ini di Indonesia. Lantas apakah ada sanksi hukum bagi orang yang dengan sengaja menyembunyikan statusnya sebagai seorang pasien covid-19?
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Baca juga: Industri Hulu Migas Berikan Bantuan Alkes ke Teluk Bintuni
Upaya penanggulangan covid-19 sebagai wabah penyakit menular, diatur dengan berbagai peraturan perundangan. Salah satu muara yang menjadi acuan adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Dari UU 4/1984 tersebut, kita bisa menafsir atau menganalogikan pasal per pasalnya sebagai landasan untuk menjerat orang yang dengan sengaja menutupi atau berbohong tentang statusnya sebagai pasien covid-19, dengan kalimat: “menghalangi”.
Pasal 5 ayat (1), huruf (a) UU 4/1984 mengatakan bahwa upaya penanggulangan wabah meliputi: penyelidikan epidemologis. Penyelidikan epidemologi merupakan upaya pemerintah untuk melakukan tracing atau pelacakan perihal paparan dan sebaran wabah, dalam hal ini covid-19 di tengah masyarakat.
Baca juga: Permasalahan Izin Tinggal Turis di Indonesia
Di dalam pasal ini, upaya penyelidikan oleh satgas covid-19, membutuhkan bahkan mewajibkan masyarakat untuk berterus terang mengenai statusnya sebagai yang terpapar oleh Covid-19. Maka, jika ada pihak yang dengan sengaja menyembunyikan atau berbohong tentang kondisi dirinya sebagai pasien covid-19, dianggap sebagai pihak yang menghalangi upaya pemerintah dalam penanggulangan wabah.
Sanksi hukum atau sanksi pidana bagi orang yang menghalangi upaya pengendalian dan penanggulangan wabah diatur pada pasal 14 UU 4/1984, yang berbunyi:
- Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
- Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah pelanggaran.
Sanksi pidana tersebut menjadi penegasan untuk menghapus stigma bagi yang terpapar. Covid-19 bukan merupakan aib yang harus ditutup-tutupi. Penanggulangan wabah tidak akan berjalan lancar tanpa partisipasi dari masyarakat.