Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, pemerintah akan menemui korban-korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.

Mahfud menyebutkan, langkah ini diambil untuk menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar serius ingin menuntaskan masalah pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Di antara yang secara seremonial untuk ditunjukkan kepada publik bahwa kami bersungguh-sungguh, mungkin dalam waktu dekat Presiden akan berkunjung ke beberapa daerah misalnya ke Aceh, kemudian apalagi tadi, Talangsari,” kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).

Pemerintah juga akan menemui korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang tinggal di luar negeri untuk menjamin bahwa mereka tetaplah seorang warga negara Indonesia.

“Kami akan mengumpulkan korban-korban pelanggaran HAM berat di masa lalu karena mereka banyak sekali, terutama di Eropa Timur untuk memberi jaminan kepada mereka bahwa mereka adalah warga negara Indonesia dan mempunyai hak-hak yang sama,” kata Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menuturkan, para korban itu boleh jadi akan dikumpulkan di Jenewa, Amsterdam, atau Rusia. Mahfud, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ditugaskan untuk menyiapkan pertemuan tersebut. “Sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri dan tim ini tidak main-main,” ujar Mahfud.

Ia juga mengungkapkan bahwa Jokowi akan mengeluarkan instruksi presiden (inpres) kepada 17 kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk menuntaskan rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM).

Fakta Ada, Bukti Nihil Beberapa kementerian dimaksud yakni Kemenko Polhukam, Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Mahfud menyebutkan, Jokowi juga akan membentuk satuan tugas untuk mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan setiap rekomendasi Tim PPHAM. “Ini semuanya masih dirancang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari ini nanti sudah diumumkan oleh Presiden,” kata Mahfud.

Sejauh ini, pemerintah sudah melaksanakan salah satu rekomendasi Tim PPHAM, yakni mengakui dan menyesali adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu. Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat menerima laporan Tim PPHAM pada Rabu (11/1/2023) pekan lalu.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat,” kata Jokowi.

Ada 12 pelanggaran HAM berat yang dimaksud Jokowi, yakni peristiwa 1965-1966; penembakan misterius (1982-1985); peristiwa Talangsari, Lampung (1989); peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis, Aceh (1989); peristiwa penghilangan orang secara paksa (1997-1998). Kemudian, kerusuhan Mei (1998); peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II (1998-1999); peristiwa pembunuhan dukun santet (1998-1999); peristiwa Simpang KKA, Aceh (1999); peristiwa Wasior, Papua (2001-2002); peristiwa Wamena, Papua (2003); dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh (2003).

“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi.