Kajati Papua Barat Resmikan Rumah Perdamaian di Raja Ampat
beritappaua.id - Kajati Papua Barat resmikan Rumah Perdamaian di Raja Ampat. (Foto: Kejari Sorong)

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Papua Barat, Juniman Hutagaol SH.,MH., meresmikan Rumah Perdamaian atau Rumah Restorative Justice (RJ) pada, Senin (11/04/2022) kemarin. Rumah perdamain ini berlokasi di Kelurahan Warmasen, Distrik Kota Waisai, Raja Ampat.

Rumah Restorative Justice merupakan hasil kerjasama antara Pemda Kabupaten Raja Ampat dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong. Dan ini juga menjadikan Rumah Perdamainan pertama di wilayah hukum Kejari Sorong Raya.

Dalam sambutannya, Wakil Bupati Raja Ampat, Orideko I. Burdam menjelaskan bahwa Rumah Perdamaian akan sebagai sarana pendekatan restoratif justice persoalan hukum. Nantinya untuk pendekatan dalam persoalan hukum akan menyesuaikan dengan kearifan lokal di wilayah itu.

Selain itu, Rumah tersebut nantinya dapat menjadi wadah untuk mendidik dan mengedukasi masyarakat mengenai problematika sosial yang kerap terjadi sebelum masuk dalam ranah hukum.

“Atas nama Pemda Raja Ampat, saya memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Kejari Sorong telah menyediakan sarana Rumah Perdamaian bagi masyarakat Raja Ampat,” ujar Orideko I. Burdam.

Menjaga dan Merawat Fasilitas Rumah Perdamaian

Ia juga berpesan kepada semua pihak agar dapat membantu merawat dan menjaga fasilitas di Rumah Perdamaian tersebut.

“Pesan saya juga, kepada semua elemen, dapat menjaga dan merawat fasilitas yang telah diberikan ini,” ujar Orideko I. Burdam.

Sementara itu, Juniman Hutagaol menyampaikan bahwa kehadiran Rumah Perdamaian ini adalah upaya kejaksaan dalam memudahkan pelayanan hukum kepada masyarakat sesuai Undang-undang nomor 15 tahun 2020 tentang Restoratif Justice.

Baca Juga: Evan Soumilena Polisi Aktif di Timika Berhasil Bermain Gemilang di Piala AFF Futsal 2022

Apalagi dalam menghadapi dinamika penegakan hukum di Indonesia, pendekatan perdamaian antara kedua pihak yang berperkara hukum menjadi solusi terbaik. Hal ini demi memulihkan kembali hubungan kedua belah pihak, terlebih dengan melibatkan para tokoh dalam kehidupan bermasyarakat dan kearifan lokal yang ada.

“Dan tentunya, tidak semua perkara hukum dapat melalui ini, kurang lebih harus memenuhi hal-hal berikut, seperti; ancaman hukuman tidak lebih dari 5tahun, bukan residivis, kerugian tidak lebih dari 2,5juta rupiah, dan paling penting adanya niat baik perdamaian antara kedua belah pihak,” jelas Juniman Hutagaol.