Debat seakan menjadi makanan kita sehari-hari dalam media sosial. Isu yang media goreng setiap hari selalu menimbulkan pro dan kontra. Kita yang membacanya pun tak mampu menahan kuasa untuk berkomentar dan memberikan pendapat.
Namun, kadang kita tidak menyadari bahwa debat merupakan pintu dari pertikaian antar sesama. Bahkan, tak jarang dari tindakan ini bisa berujung pada masalah yang lebih besar. Misalnya, persekusi atau menjerumuskan kita sendiri pada maksiat.
Hal ini terdapat pada Kitab Syu’abul Iman. dalam kitab tersebut, Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada anaknya,
يَا بُنَيَّ، إِيَّاكَ وَالْمِرَاءَ، فَإِنَّ نَفْعَهُ قَلِيلٌ، وَهُوَ يُهِيجُ الْعَدَاوَةَ بَيْنَ الْإِخْوَانِ
“Wahai anakku, tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan antara orang-orang yang bersaudara.”
Mengapa demikian? Hal ini karena Islam menganjurkan kita untuk menjauhi debat. Hal ini mengacu pada hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Orang yang paling Allah beni adalah orang yang paling keras debatnya.” (HR. Bukhari, no. 4523; Muslim, no. 2668)
Selanjutnya, hadis tersebut menjelaskan bagaimana debat justru merusak keberkahan ilmu. Tentu, hal ini berbeda dengan pandangan sebagian orang. Bahwa, berdebat adalah ajang menentukan siapa yang paling pintar.
Kemudian, hal ini merujuk pada pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Menurut beliau, mereka yang gemar berdebat menghilangkan berkah pada ilmu mereka. Hal ini karena kebenaran tak selalu datang dari tindakan tersebut.
Selain itu, beliau menyampaikan bahwa debat tak selalu berujung pada mencari kebenaran. Ada sejumlah orang yang saling berargumen hanya karena ingin merasa menang. Oleh karenanya, Islam menganjurkan kita untuk menghindari tindakan tersebut.
Muslim yang Baik Menjauhi Debat
Kadang, debat memang tak bisa terhindarkan. Apalagi jika hal yang dibahasa atau diperbincangkan menyangkut dengan kepercayaan. Adapun jika kita berdebat, maka lakukanlah dengan cara yang santun. Hal ini mengacu pada firman Allah pada surat An Nahl ayat 125. Allah berfirman,
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125) (Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Surat Al-Baqarah: 124)
Baca Juga : Wapres Resmi Lantik 1.000 Orang Papua Menjadi Karyawan BUMN
Selain itu, mengalah dalam debat merupakan hal yang terpuji. Misalnya, meskipun kita benar dalam berargumen namun lawan tak mau mengalah, mengalah boleh kita lakukan. Hal ini berlaku atas dasar persaudaraan dan kerukunan.
Sesuai dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada pada atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga.”
Dengan demikian, agama Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian. Kadang, mereka yang lupa akan akhlak dan adablah yang justru merusak kedamaian dalam Islam itu sendiri. Termasuk dalam berdebat.