Kasus Pelanggaran HAM dan Rasisme di Papua Akan Diangkat ke PBB
beritapapua.id - Kasus Pelanggaran HAM dan Rasisme di Papua Akan Diangkat ke PBB - Heta News

Bulan Juni hingga Juli tahun 2020 ini, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan rasisme di Papua akan diangkat ke PBB. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan pihaknya akan memasukkan laporan tersebut kepada Komite Hak Sipil dan Politik PBB. Laporan bertajuk “Civil and Political Rights: Violations in Papua and West Papua” itu, memuat 5 pelanggaran utama.

“Ini adalah laporan berkala yang biasanya masuk dalam tahap penyusunan daftar-daftar masalah yang akan dibahas di dalam sesi mereka,” ujar Usman dilansir dari voaindonesia.com.

Kasus-kasus yang diangkat antara lain: Kasus pembunuhan puluhan orang Papua di luar proses hukum, pemangkasan kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, tahanan politik, hilangkan kebebasan pers hingga pemblokiran internet di Papua, dan penanganan ribuan pengungsi di Nduga yang lamban.

Selain kasus di atas, Tigor Hutapea dari Pusaka Foundation menambahkan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia yang tak kunjung tuntas. Kasus tersebut adalah: Pelanggaran HAM Wasior 2001, Wamena 2003,Paniai 2014, dan Nduga 2018.

Usman menyampaikan bahwa kasus-kasus tersebut perlu diperjuangkan. Bahkan, konferensi pers sempat mendapat gangguan berupa teror telepon dan zoom-bombing.

Pembicara kerap kali ditelepon oleh nomor luar negeri yang tidak dikenal. Menurut Yuliana Yabansabra dari Elsham Papua, ada pihak yang hendak menutup-nutupi kasus di Papua.

“Mereka tidak mau kita bicara, mereka tidak mau kita menyampaikan apa yang betul-betul terjadi di Papua,” ujar Yuliana.

Baca Juga: Gajah Hamil Mati karena Makan Nanas berisi Petasan

Isu Kekerasan da Rasisme di Papua

Joice Etulding Eropdana, seorang mahasiswi asli Papua, memberikan testimoninya soal isus kekerasan dan rasisme. Menurutnya, perlakuan tersebut sangat sering ia terima.

“Tidak hanya dari ucapan-ucapan yang membawa isi kebun binatang dan lain sebagainya, tatapan sinis pun itu selalu kami alami. Dan itu jadi sesuatu yang membekas, selalu dialami mahasiswa Papua yang bersekolah di luar Papua,” jelas Joice yang kini berkuliah di Bali.

Gerakan Black Lives Matter yang menggaung dari Amerika Serikat ini menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia untuk menyerukan penegakan HAM di Papua. Hal tersebut tertuang dalam diskusi ‘Papuan Lives Matter’ (Nyawa Orang Papua itu Penting), pada hari Jumat (5/6) siang.

Joice turut serta dalam acara tersebut. Melalui kesempatan tersebut ia menyampaikan bahwa orang Papua sangat mendapatkan kesempatan berpendapat. Ia ingin mendapat perlakuan yang baik dan setara, serta apresiasi.

“Tentang kekerasan di Papua, pelanggaran HAM di Papua. Saat kami ingin memberikan pendapat di ruang publik, itu kami direpresi oleh aparat. Dan berbagai ujaran rasial itu selalu kami terima, itu bukan hal yang satu dua kali kami alami, tapi sering kami alami,” tambahnya.