Kejanggalan Kasus Novel Baswedan – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan buka suara mengenai kejanggalan dalam persidangan kasus penyiram air keras yang terjadi pada dirinya. Hal itu diungkapkan dalam diskusi online bertajuk “Menakar Tuntutan Jaksa dalam Kasus Novel Baswedan” Senin (15/6/2020). Sebelumnya Novel Baswedan mengalami penyiraman air keras pada 11 April 2017. Penyerangan dilakukan oleh 2 orang pelaku yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
Dalam diskusi tersebut, Novel menyebutkan bahwa ada penggirangan opini bahwa air yang digunakan pelaku adalah air aki dan bukan air keras. Penggiringan opini tersebut terlihat dari klaim yang mengatakan bahwa tidak ada noda bekas air keras pada bajunya. Novel mengatakan bahwa bekas noda tersebut telah digunting dan bekasnya guntingannya tidak dapat ditemukan.
Namun dia mengatakan bahwa ada bukti lain yakni beton di tempat kejadian perkara yang terkena siraman air keras. Dilansir dari kompas, Novel mengatakan, “Ditambah lagi dengan fakta yang menunjukkan beton yang kena air keras itu ada bekas warna atau melepuh itu di dokumentasi dari tim dari laboratorium forensik yang melakukan olah TKP, tapi itu tidak digunakan sebagai alat bukti.”
Baca Juga: Novel Baswedan Meminta Pelaku Penyiraman Air Keras Dibebaskan
Saksi Kunci Tidak Diperiksa Aparat Hukum
Novel mengaku bahwa dia sudah memberikan bukti-bukti tersebut namun bukti tersebut seolah tidak dianggap dan tidak dipertimbangkan oleh hakim. Kejanggalan lainnya menurut Novel, bahwa tidak diperiksanya saksi kunci dalam kasus ini oleh aparat penegak hukum.
Novel mengatakan, “Saksi-saksi kunci yang mengetahui peristiwa dan sebelum kejadian tidak diperiksa. Hanya sebagian saja saksi saat kejadian dan setelah kejadian yang diperiksa.”
Novel juga menuturkan bahwa sebelum kejadian dia sudah diamati oleh pihak tak dikenal, dan ada saksi juga yang melihat pelaku di lokasi penyiraman.
“Bahkan beberapa saksi ada yang memotret pelakunya. Ketika ini diabaikan, ini sesuatu hal yang sangat vulgar dan saya kira itu konyol sekali, keterlaluan sekali,” ucap Novel.
Novel pun menyayangkan adanya upaya manipulatif pada kasusnya. Dia menilai bahwa hal ini sangat berbahaya bagi masa depan hukum di Indonesia. Novel berkata bahwa hal ini adalah bentuk wajah hukum yang luar biasa buruk sekali.