Kisah Sagu Porno di Sangihe, Sulawesi Utara – Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar kata ‘porno’? Kata tersebut memiliki konotasi negatif di sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan, diksi ini mengejutkan sebagian wartawan kala pertama kali mendengar nama ini melekat pada makanan khas Sangihe. Sagu porno, sebutannya. Sebuah makanan tradisional asli Sangihe, Sulawesi Utara.
Belum jelas sejak kapan diksi digunakan. Namun, sudah sedari dulu masyarakat Sangihe menyebut makanan olahan sagu itu dengan sebutan sagu porno. Hal ini disampaikan oleh Cut Nyak Din Kendaunusa, mantan Kepala Kampung Karatung Satu, Kecamatan Manganitu.
“Iya dari dulu kami menyebutnya demikian,” tegasnya, seperti dikutip dari kompas.com.
Kata ‘porno’ yang digunakan bukanlah berasal dari bahasa Indonesia. Kata ‘porno’ berasal dari kata ‘forno’ bahasa Portugis yang maknanya merujuk pada tembikar tempat memasak sagu. Oleh masyarakat Sangihe, alat memasak sagu porno disebut dengan Papedang. Sebenarnya, hal ini tidak jauh beda dengan makna forno dalam bahasa Portugis, yakni oven.
Sebagaimana oven pada masa lampau, Papedang atau tempat memasak sagu dibuat dari tanah liat. Bentuknya persegi panjang dengan beberapa cekungan untuk mencetak sagu. Cetakannya mirip dengan cetakan kue rangi. Hanya saja lekukannya lebih dalam. Untuk membuat sagu porno, sagu dimasak di atas Papedang dan ditutup dengan seng atau benda lainnya.
Meski zaman modern, metode memasak sagu dengan porno masih dilestarikan. Salah satunya adalah Aritje Hontong yang berumur 83 tahun. Ia tak hanya masih membuat sagu dengan cara tradisional, namun ia melestarikan Papedang itu sendiri. Dilansir dari natgeoindonesia, Aritje Hontong bahkan menurunkan tehnik tersebut kepada generasi muda.
Baca Juga: Harapan Frengky Mandacan Dalam Penyerahan Alat Penangkapan Ikan
Meramu Sagu Porno
Sebagaimana namanya bahan dasar makanan tradisional Sangihe ini berasal dari sagul. Ini tidak luput dari fakta geografis wilayah Sangihe yang ditumbuhi oleh banyak tumbuhan sagu. Sejak dahulu, masyarakat Sangihe sudah memanfaatkan sagu sebagai makanan alternatif selain nasi.
Sagu Baruq adalah jenis sagu yang tumbuh di Sangihe. Varietas unggul asal Sangihe ini terkenal bandel lantaran dapat tumbuh di berbagai wilayah. Berbeda dari sagu Metroxylon yang hanya dapat tumbuh di lahan gambut atau lahan basah.
Untuk mengolah sagu mentah menjadi sagu khas Sangihe, pertama sagu diolah menjadi tepung. Sagu dicuci dan didiamkan agar sagunya mengendap. Untuk dijadikan tepung, sagu akan dijemur sebelum akhirnya diolah.
Setelah itu, Papedang dipanaskan dengan dibakar di atas tungku. Setelah panasnya cukup, adonan sagu dimasak di atas oven tradisional hingga matang.
Saat ini, khazahan gastronomi Sangihe sudah berkembang. Tak hanya dibakar saja, sagu dapat diolah menjadi dijadikan mie, makaroni, bahkan beras analog. Inovasi ini kian meningkatkan pamor sagu asal Sulawesi Utara ini. Salah satunya Kelompok Tani KSM Lestari. Mereka mengungkapkan bahwa sagu kian diminati.
“Mie sagu kini mulai banyak penggemarnya. Kami sudah sering menerima pesanan dari berbagai kampung,” ujar Markus Samodara, Ketua Kelompok Tani KSM Lestari.