Kopi Papua, Kopi Otentik Rasa Premium – Masyarakat Pegunungan Papua dikenal handal dalam bercocok tanam di daerah Pegunungan. Salah satunya adalah Masyarakat yang hidup disekitar Dataran tinggi Pegunungan tengah di Daerah Paniai. Mereka adalah Suku Mee dan Suku Dani di Lembah Baliem. Mereka bermukin serta berkebun di lahan dengan ketinggian 1.400–2.700 mdpl. Salah satu varietas yang tumbuh subur di wilayah itu adalah kopi arabika. Dimana pegunungan di Papua memberikan kondisi yang memungkinkan kopi arabika untuk tubuh secara alami tanpa menggunakan pupuk.
Kopi Arabika yang tumbuh di Lembah Baliem pertama kali diperkenalkan oleh dinas pertanian Belanda atau Departement Landbouw op Nederlandscg Niew-Guinea pada tahun 1960. Dimana Pemerintah Belanda sengaja memilih bibit kopi arabika terbaik dan berkualitas tinggi, yang didatangkan langsung dari Papua Nugini. Kopi ini diketahui berasal dari Jamaika, yang didatangkan langssung oleh pemerintah Inggris ke Papua Nugini tahun 1890. Hingga kemudian, kopi ini mulai dibudidayakan di perkebunan pada akhir tahun 1920-an. Di Lembah Baliem, sendiri kopi ini pertama kali ditanam di Kurima dan Bokondini. Dan saat ini kopi arabika Wamena ditanam di Yagara, Wolo, Kurima dan Piramid.
Kopi arabika memiliki cita rasa dan aroma yang dipengaruhi oleh ketinggian tempat, intensitas matahari, kandungan mineral dalam tanah dan kelembaban tanah. Dimana Kopi memiliki beraroma manis dengan cita rasa asaman yang rendah. Kopi Papua ini selain disukai oleh konsumen dalam negeri, juga memiliki nilai ekspor yang tinggi. Negara-negara seperti Australia dan Selandia Baru merupakan negara yang sangat menyukai kopi ini. Sayangnya karena ditanam di wilayah yang terpencil yang hanya bisa diakses menggunakan trasportasi udara untuk pengiriman hasil panen, kopi ini cenderung memiliki harga yang mahal.
Baca Juga: Drama Musikal ‘Glee’ Kembali Kehilangan Naya Rivera
Kopi Papua Terkenal Sampai di Selandia Baru
Dilansir dari Tempo, Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Tantowi Yahya bertekad menjadikan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Wellington sebagai Rumah keragaman budaya Indonesia. Tantowi menerangkan bahwa KBRI Wellington sejak lama menggunakan kopi sebagai alat diplomasi. Kecintaan masyarakat Selandia Baru terhadap kopi, dijadikan peluang. Dimana di KBRI Wellington disiapkan ‘Ruang Gorontalo’ sebagai pusat kopi Indonesia. Yang mana hampir setiap tamu diajak ke ruang ini untuk menikmati aneka kopi dari Indonesia termasuk kopi Papua.
Bahkan Tantowi menambahkan bahwa setiap Jumat terdapat kelas gratis barista yang diikuti oleh masyarakat, mahasiswa Indonesia, dan Selandia Baru. Menurut Tantowi, kopi bisa menjadi primadona ekspor. Kopi Papua memenuhi kriteria yang diinginkan konsumen Selandia Baru, lewat rasa, aroma dan eksotisme yang sangat spesial bagi masyarakat Selandia Baru.