Mengapa Orang Sakit Jiwa Tidak Bisa Dipidana?
ilustrasi orang sakit jiwa (foto : shutterstock)

Sakit Jiwa atau Gangguan Jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologik atau mentalnya kurang berfungsi dengan baik sehingga mengganggunya dalam fungsi sehari-hari. Gangguan ini sering juga disebut sebagai gangguan psikiatri atau gangguan mental dan dalam masyarakat umum kadang disebut sebagai gangguan saraf.

Saya pernah mendengar suatu berita bahwa ada orang sakit jiwa yang membunuh hewan peliharaan seseorang. Pemilik hewan tersebut pun melaporkan kejadian yang telah menimpanya ke pihak Kepolisian, lalu apakah orang sakit jiwa tersebut bisa dipidanakan? simak ulasan lengkap dibawah ini.

Andi adalah seorang remaja yang sedang gemar memelihara kambing di kala pandemi. Dari hasilnya menabung, sedikit demi sedikit, Andi mampu mengumpulkan uang untuk membeli seekor kambing anakan dengan harga Rp5 juta.

Kegemaran Andi ini, dibayangkan bisa menjadi sebuah keuntungan ketika kambing tersebut sudah siap untuk dijual kemudian hari. Bayangan Andi, dalam lima tahun ke depan, ia bisa memelihara lebih dari dua ekor kambing untuk diperjual belikan. Lumayan untuk seorang remaja yang bahkan belum lulus SMA.

Suatu pagi, Andi harus berangkat ke rumah temannya, untuk mengerjakan tugas sekolah bersama. Ketika ia pulang, seperti kebiasaannya, Andi langsung mengecek halaman belakangnya, tempat ia mengikat kambingnya.

Andi merasa sangat kaget mendapati kambing yang ia pelihara sejak kecil itu sudah mati, dengan tali pengikatnya yang digerek hingga kambing Andi menggantung. Ia pun menangis dan mencari pelakunya.

Usut punya usut, ternyata yang membunuh kambing peliharaan Andi adalah tetangganya sendiri yang dikenal punya gangguan jiwa. Karena kesal, Andi pun melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian atas tindak pidana penganiayaan hewan yang menyebabkan kematian, sebagaimana diatur di dalam Pasal 302 KUHP ayat (2) yang berbunyi :

“Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.”

Pelaku Penganiayaan Dibebaskan Karena Mengalami Gangguan Jiwa

Namun, harapan Andi untuk mendapatkan keadilan atas kematian hewan peliharaannya harus pupus, karena pengadilan memutuskan pelaku tidak bisa dipidana karena mengalami gangguan jiwa. Apa latar belakang hakim pemeriksa perkara untuk memutus hal ini?

Baca Juga : Terorisme dan Revolusi Sosial Politik

Di dalam hukum pidana, ada salah satu alasan yang dapat menghapus pidana dari suatu perbuatan melawan hukum, yaitu ‘Alasan pemaaf’. Alasan pemaaf adalah alasan untuk menghapus kesalahan dari seorang pelaku, jika ia tak mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya karena kurang sempurnanya akal.

Alasan pemaaf ini diatur di dalam Pasal 44 ayat (2) KUHP yang berbunyi:

“Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.”

Ketidaksempurnaan daya pikir dan segala sakit kejiwaan merupakan bentuk tidak dapat bertanggungjawabnya seseorang atas tindakan yang telah dilakukannya. Hal ini berarti, si pelaku tidak bisa dipidana, karena tidak menyadari perbuatannya merupakan perbuatan yang salah. Inilah alasannya mengapa pelaku yang membunuh hewan peliharaan Andi, tidak bisa dipidana oleh hakim pemeriksa perkara.