Mengenal Nicolaas Jouwe, Sang Desainer Bintang Kejora
Nicolaas Jouwe (kiri) dengan Menlu RI di era SBY, Marty Natalegawa (foto : istimewa)

Nicolaas Jouwe adalah salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan Papua Barat yang memilih untuk tinggal di Delft, Belanda sejak tahun 1963. Beliau juga merupakan tokoh yang mendesain bendera Bintang Kejora, yang menjadi simbol dari Negara Papua Barat.

Papua dahulu adalah bagian dari New Guinea, dimana sebagian besar wilayah barat merupakan wilayah di bawah pemerintahan Belanda, hingga tahun 1962.

Pada saat itu, Papua mempunyai dewan pemerintahan, dimana Jouwe adalah wakil ketua dari dewan tersebut.

Jabatan ini berakhir seiring dengan diserahkannya Papua kepada Indonesia melalui otoritas sementara PBB, UNTEA pada tahun 1962.

Jouwe menganggap upaya pemerintah Indonesia ini sebagai upaya lancung, karena ia menganggap Papua tidak pernah mempunyai sejarah kedaulatan dengan Indonesia.

Sejak saat itu, Jouwe memilih untuk keluar dari Indonesia, dan tinggal di Belanda untuk tetap memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat, melalui upaya diplomasi.

Ia pun bersumpah tidak akan kembali ke tanah kelahirannya, Jayapura, sebelum Papua memerdekakan diri dari Indonesia dan berdiri di atas kedaulatannya sendiri.

Upaya Diplomasi Indonesia Memulangkan Jouwe ke Indonesia.

Pada tahun 2009 sebuah kabar berita, menggemparkan Papua, terutama bagi mereka yang pro Kemerdekaan Papua Barat. Nicolaas Jouwe akan kembali ke Indonesia dan bergabung menjadi warga negara.

Kembalinya Jouwe ke Indonesia, adalah atas undangan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendukung dan menyukseskan Papua sebagai wilayah Otonomi Khusus. Kembalinya Nicolaas ini juga dipengaruhi oleh beberapa eks member OPM, yakni Nicholas Messet dan Franzalbert Yoku.

Mereka yang terlebih dahulu kembali ke Indonesia dari Papua New Guinea pada tahun 2008, mengatur semua keperluan Nicolaas untuk bisa kembali ke Indonesia.

Kepulangan Jouwe, dianggap sebagai sebuah keberhasilan bagi Indonesia. Selain itu, secara politis, kepulangan beliau dipercaya ampuh untuk memulangkan anggota pro kemerdekaan yang lain.

Gerakan Simbolis Nicolaas Jouwe Masih Menolak Indonesia

Kepulangan Jouwe ke Indonesia dan memilih untuk mendukung Otonomi Khusus, dianggap sangat mengecewakan bagi mereka yang pro kemerdekaan.

Victor Yeimo, Juru Bicara KPNB, dan rekan-rekannya menyambut Jouwe ketika ia tiba di Jayapura, dengan spanduk-spanduk bernada sindiran. Menurut mereka, Jouwe sebagai tokoh yang memulai gerakan Papua Merdeka haruslah menjadi pihak yang juga mengakhirinya dengan kemenangan.

Baca Juga : Protes Ujaran Rasis yang Berujung Penjara Karena Makar

Di sisi lain, gerak tubuh ucapan Jouwe ketika jumpa pers setelah bertemu dengan Aburizal Bakrie, tanggal 19 Maret 2009, dapat diartikan lain.

Meskipun ia akhirnya mendukung OTSUS, namun Jouwe dalam jumpa persnya menekankan pentingnya dialog yang konstruktif antara kedua pihak sebagai “tetangga”. Ungkapan ini mengagetkan mereka yang hadir.

Selain itu, secara simbolis Jouwe memang tidak mengenakan pin Bintang Kejora ketika ia tiba di Jakarta. Namun, ketika ia disodori untuk memasang pin bendera Merah Putih di jasnya, ia menolaknya secara halus.

Kepulangan Jouwe memang menghadirkan dua makna bagi mereka yang berkepentingan. Hingga kepergiannya pada 16 September 2017, ia masih menjadi simbol bagi mereka yang masih menaruh nilai perjuangan pada pundaknya.

Referensi


Delft op zondag – Papua Leider, Nicoolas Jouwe (93) overleden.
Nautilus.org – Between Guns and Dialogue, Papua After the Exiles Return