Gravitasi di kasur agaknya lebih berat saat sahur. Sulit sekali bangun dari tidur pada jam-jam tersebut. Bag mereka yang terbiasa bangun di subuh hari, sahur merupakan hal yang ringan. Namun, sebagian besar orang sulit sekali menahan kantuk setelah makan sahur. Udara sejuk pagi, waktu yang mendukung untuk kembali tidur, juga kondisi perut yang kenyang membuat mata begitu berat.
Secara alamiah, makan memang membuat manusia terasa mengantuk. Setelah makan, tubuh perlu memproses makanan tersebut dari glukosa menjadi energi. Ia melepaskan hormon amilin, glukagon, dan kolesistokinin. Pada saat itu juga, otak juga melepaskan hormon serotonin dan melatonin yang menyebabkan rasa kantuk. Sebuah hormon yang salah satu fungsinya adalah mempengaruhi pola tidur.
Selain karena makanan, sebagian orang terbiasa masih tidur pada waktu setelah sahur. Tak ayal, menahan kantuk di saat setelah sahur merupakan hal yang begitu sulit. Kepala terantuk-antuk menahan rasa kantuk merupakan hal yang lumrah. Namun, bukan berarti kemauan untuk tidur boleh dituruti, lho!
Baca Juga: Memaknai Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan
Tips Tidak Mengantuk Setelah Sahur di Masa Pandemi
Setelah makan sahur, butuh waktu 2 sampai 3 jam untuk boleh tidur lagi. Waktu tersebut dibutuhkan agar perut dapat mencerna makanan secara sempurna, sehingga mengurangi risiko-risiko di atas. Sambil menunggu waktu tersebut, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk beribadah.
Banyak amalan yang dapat dilakukan setelah sahur untuk menangkal rasa kantuk yang menggerogoti mata. Dimulai dari sebuah amalan sunnah yang kerap dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu apabila telah melakukan salat subuh, beliau duduk bersila di tempat duduknya sampai terbitnya matahari yang putih indah sinarnya. (HR. Abu Daud dan selainnya sanadnya shahih) [HR. Muslim, no. 4851; Abu Daud, no. 4850].
Setelah salat subuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa menunggu waktu syuruq, yakni sekitar 15 menit setelah matahari terbit. Sambil menunggu waktu tersebut, kita dapat memanfaatkan waktu dengan membaca Alquran, membaca hadits, mendengarkan kajian Islam, atau bahkan menghafal Alquran.
Setelah waktu syuruq tiba, maka disunnahkan untuk melaksanakan salat sunnah 2 rakaat. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Abu Ummamah radhiyallahu ‘anhu. Ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barang siapa yang mengerjakan salat subuh dengan berjamaah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 174, 181, 209. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1: 189 mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Siapa yang melaksanakan salat tersebut, maka pahalanya setara dengan berhaji atau berumroh secara sempurna. Pada dasarnya salat syuruq dilakukan di masjid setelah salat subuh berjamaah. Lantas, apakah boleh dilakukan di rumah?
Syaikh Dr. Nayif bin Muhammad Al-Yahya menjelaskan bahwa dalam kondisi darurat seperti wabah, boleh dilakukan salat syuruq di rumah. Adapun tata cara melaksanakan salat syuruq di rumah :
- Salat subuh di rumah.
- Berdiam di tempat saalat sampai waktu syuruq tiba.
- Isi waktu saat menunggu matahari meninggi dengan membaca dzikir pagi, tilawah Al-Qur’an, mendengarkan kajian, dan kegiatan manfaat lainnya. Jangan melakukan aktivitas lain seperti memasak, mengurus anak, dan menyapu rumah.
- Salat sunnah dua rakaat. Tidak ada anjuran untuk membaca surah tertentu yang disyariatkan.