Pancoran Buntu dan Daluwarsa Kepemilikan Tanah
Pancoran Buntu dan Daluwarsa Kepemilikan Tanah

Pada tanggal 17 Maret 2021, kericuhan terjadi di Pancoran, Gang Buntu II, Jakarta Selatan. Menurut rilis yang dikeluarkan oleh Forum Pancoran Bersatu, (aksi solidaritas untuk warga Pancoran yang menjadi korban penggusuran – red). Peristiwa ini bermula ketika ada tindakan provokasi yang dilakukan oleh salah satu ormas yang melempar batu ke arah warga yang sedang berjaga.

Menurut rilis Forum Pancoran Bersatu, kondisi yang tidak kondusif memukul mundur warga yang sedang berjaga, dan mengakibatkan puluhan orang luka-luka. Eskalasi kekerasan yang terjadi juga akibat dari diblokadenya jalan oleh Ormas, hingga warga sulit mendapatkan bantuan. Baru pada pukul tiga dini hari, suasana dapat diredam, ketika Kapolres Metro Jakarta Selatan turun untuk menengahi.

Latar Belakang Peristiwa Pancoran Buntu

Baca juga: Pelatih Kiper Persipura Gerson Rios Ditawar 2 Club Elit Brasil

Peristiwa yang terjadi di Pancoran Gang Buntu II merupakan puncak dari sengketa lahan antara warga Pancoran Gang Buntu II, dengan PT Pertamina Persero melalui PT Pertamina Training & Consulting (PTC).

Warga Pancoran Buntu II, yang dahulunya bernama eks-Wisma Intirub, telah menempati lahan seluas 4,8 hektar tersebut selama lebih dari 20 tahun, yang bermula pada tahun 1980-an, dengan penempatan warga oleh Alm Bapak Sanjoto sebagai pemilik lahan. Awal mula sengketa terjadi di awal tahun 2020, warga Pancoran Buntu II didatangi oleh PT Pertamina (Persero) dan anak perusahannya, PTC, dan mensosialisasikan perihal kepemilikan lahan Jalan Pancoran Buntu II sebagai aset dari PT Pertamina Persero.

Salah satu ahli waris dari pemilik lahan. Alm Bapak Sanjoto pun melakukan komunikasi dengan pihak Pertamina dan PTC. Dengan memaparkan kedudukan hukum masing-masing pihak berdasarkan alas hak yang dimiliki masing-masing.

Atas komunikasi yang tidak menghasilkan sebuah kesepakatan formil, pihak Ahli Waris Alm Bapak Sanjoto pun melayangkan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap PT Pertamina (Persero), dan PTC sebagai Para Tergugat, serta Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang/Kepala Kantor Pertanahan Kota Jakarta Selatan sebagai Turut Tergugat.

Daluwarsa Sebagai Dasar Kepemiliikan Tanah

Satu hal menarik ketika penelusuran terhadap gugatan dengan nomor perkara 1013/Pdt.G/2020/PN. JKT.SEL dilakukan. Di dalam Petitum atau hal yang dituntut oleh Penggugat. Mereka meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk “Menyatakan TERGUGAT I dan TERGUGAT II kehilangan haknya karena daluwarsa atas Tanah Objek Sengketa.”

Hak PT Pertamina (Persero) sebagai pemilik lahan dengan Sertifikat HGB No.630/2003 sampai dengan No.653/2003, ingin dinihilkan dengan alasan daluwarsa, atau lampaunya waktu.

Daluwarsa merupakan salah satu metoda untuk mendapatkan dasar hak kepemilikan. Dengan cara menempati dan mengelola suatu lahan tertentu, dalam jangka waktu yang ditentukan, tanpa harus memiliki sertifikat atau surat kepemilikan.

Daluwarsa merupakan ikhwal yang diatur pada bab terakhir dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pada prinsipnya, terdapat dua jenis daluwarsa. Daluwarsa untuk memperoleh suatu hak atau Acquisitive Verjaring. Dan daluwarsa yang membebaskan seseorang dari tuntutan hukum karena lewatnya waktu, yakni Extinctieve Verjaring.

Daluwarsa yang dituntut oleh Alm Bapak Sanjoto merupakan jenis daluwarsa untuk memperoleh suatu hak. Hal ini diatur di dalam Pasal 1963, KUHPerdata, yang berbunyi demikian: ” bahwa suatu tanah yang telah diduduki oleh seseorang tanpa adanya sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, dapat memperoleh hak miliknya atas tanah tersebut dikarenakan daluwarsa atau lampaunya waktu.

Dimana orang tersebut telah mengusahakan, mengelolah, dan memanfaatkan tanah tersebut dengan baik. Yang dimana dalam kurun waktu dua puluh sampai tiga puluh tahun. Dan jika orang tersebut dengan itikad baik telah memanfaatkan tanah tersebut selama lebih dari tiga puluh tahun. Maka orang tersebut dapat dinyatakan sebagai pemilik hak atas tanah tanpa harus menunjukkan alas bukti yang sah.”

Pembuktian Lampaunya Waktu

Kemudian yang menjadi menarik adalah, Sertifikat Hak Guna Bangunan yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero). Sertifikat tersebut sebagai alas hak yang dikeluarkan pada tahun 2003. Apakah rentang waktu daluwarsa yang dimaksud oleh Penggugat dalam menuntut hak tanah dengan dasar daluwarsa adalah rentang waktu 1980-an hingga 2003? Ataukan rentang waktu 2003 hingga 2021? Jika dihitung berdasarkan dua garis waktu di atas. Maka hakim harus bisa dengan jeli memutuskan mengenai lampaunya waktu. Maka hal itu sebagai dasar kepemilikan warga Pancoran Buntu II atas tanah yang sedang menjadi sengketa ini.