Pembayaran Gas Rusia Dalam Rubel Jadi Bumerang Bagi Eropa
beritapapua.id - Presiden Rusia Vladimir Putin. (Foto: Sergei GUNEYEV/SPUTNIK/AFP)

Pembayaran gas Rusia dalam rubel akan menjadi bumerang bagi sanksi Uni Eropa (UE). Seperti dilaporkan RT, Sabtu (26/3/2022), blok Eropa tersebut harus membeli rubel dari bank sentral Rusia.

“Peralihan ke rubel untuk pembayaran gas, yang diumumkan awal pekan ini oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, akan memaksa Uni Eropa untuk menghindari sanksi anti-Rusianya sendiri jika ingin tetap mengalirkan gas,” lapor Der Spiegel yang, mengutip para pakar ekonomi.

Menurut ekonom Düsseldorf Jens Südekum, untuk membayar pengiriman gas, Eropa harus membeli rubel dari Bank Sentral Rusia, yang awal bulan ini dimasukkan dalam daftar sanksi Uni Eropa. Langkah tersebut melarang transaksi keuangan apapun antara regulator keuangan Rusia dan UE.

“Putin secara tidak langsung memaksa kami untuk mengabaikan sanksi kami sendiri,” kata Südekum kepada publikasi tersebut.

Pakar lain, Klaus-Jürgen Gern dari Institute for World Economics di Kiel, menambahkan bahwa, karena pentingnya gas Rusia bagi negara-negara UE (40% dari kebutuhan gas blok tersebut dipenuhi dari impor Rusia), langkah yang diusulkan “akan mengerahkan tekanan besar pada dunia Barat” dan secara efektif “membuat sanksi mereka tidak masuk akal.”

Lebih jauh, pakar mata uang Peter Bofinger, jika perubahan itu terjadi, pembayaran gas dalam rubel akan menghasilkan penguatan cepat mata uang nasional Rusia.

Baca Juga: Moeldoko: Para Tokoh Agama Diharapkan Terus Mensosialisasikan Prokes

“Jika konsumen gas Barat sekarang terpaksa membeli rubel untuk dolar atau euro, permintaan mata uang Rusia dan karenanya nilai tukarnya akan naik,” jelasnya.

Meskipun mekanisme pengalihan ke rubel untuk pembayaran gas masih dalam pengerjaan, pengumuman perubahan itu sendiri telah membuat importir Rusia sangat bingung, dan menyeret rubel ke level tertinggi tiga minggu awal pekan ini.

Lagi pula, di bawah skenario terburuk, Rusia dapat mematikan kran pada pipa gasnya. Eropa tak punya cara untuk menemukan sumber komoditas alternatif dengan cukup cepat, dan kondisi itulah yang umumnya ditakuti.