Pemerintah mencetuskan BP Tapera agar pekerja punya tabungan untuk membeli rumah. Dalam pelaksanaannya, perusahaan diwajibkan untuk menyetorkan iuran wajib Tapera paling lambat tanggal 10 setiap bulannya untuk karyawannya. Iuan tersebut diambil dari pemotongan gaji pekerja (potong gaji karyawan) layaknya BPJS.
Tapera adalah singkatan dari Tabungan Perumahan Rakyat. Hal ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera 2020). Iuran yang dikeluarkan sesuai dengan PP tersebut adalah 3 persen.
Dalam PP tersebut juga dijelaskan perihal pekerja yang berhak menjadi peserta Tapera. Terdapat dua kategori, yakni pekerja dan pekerja mandiri. Aturan tersebut menyebutkan pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Pekerja Mandiri dijelaskan sebagai warga negara Indonesia yang bekerja dengan tidak bergantung pada Pemberi Kerja untuk mendapatkan penghasilan. Keduanya adalah golongan yang berhak menjadi peserta Tapera.
“Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berpenghasilan paling sedikit sebesar Upah minimum wajib menjadi Peserta,” bunyi pasal 5 ayat 3 PP tersebut.
Nantinya, gaji pekerja akan dipotong 3 persen. Potongan tersebut sebesar 2,5 persen akan dibebankan kepada pekerja dan 0,5 persen ditanggung pemberi kerja atau perusahaan.
“Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari Gaji atau Upah untuk Peserta Pekerja dan Penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3),” dalam PP tersebut.
Adi Setianto, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), mengatakan Tapera adalah solusi pembiayaan perumahan jangka panjang dengan dana murah
Baca Juga: Ambang Batas Parliamentary Threshold Akan Dinaikkan?
Sudah Menuai Polemik
Tapera sudah menuai pertentangan dari sejumlah pihak terutama perusahaan sebagai pemberi kerja. Ia dikritik lantaran mirip dengan BPJS ketenagakerjaan atau Manfaat Layanan Tambahan (MLT) BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, Timboel Siregar.
Timboel mengatakan bahwa manfaat perumahan pekerja sudah ada dalam MLT perumahan bagi peserta Jaminan Hari Tua BP Jamsostek. Ia mengatakan bukan tanpa dasar. Program fasilitas MLT bagi pekerja sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).
Pasal 25 Ayat (1) PP mengatakan bahwa peserta bisa memperoleh manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan perumahan dan/atau manfaat lain. Terdapat empat jenis MLT pembiayaan perumahan yang akan diberikan kepada peserta yakni kredit konstruksi, pinjaman renovasi, fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR), dan pinjaman uang muka.
Ini membuat sebagian perusahaan ogah bayar. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, dengan tegas menolak program tersebut. Menurutnya, hal ini seharusnya menjadi urusan oleh negara.
“Masyarakat berpenghasilan rendah itu urusannya negara. Negara yang tanggung jawab. Kan di Undang-Undang Dasar kita seperti itu. Yang bekerja punya jaminan sendiri, jangan sampai nanti pemerintahnya nggak laksanakan tugasnya, terus ngerecokin yang lain. Yang sebetulnya bukan porsi mereka untuk tangani,” kata Hariyadi dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (11/06).