Penolakan Injil Berbahasa Minang, Koreksi Nilai Toleransi?
beritapapua.id - Penolakan Injil Berbahasa Minang, Koreksi Nilai Toleransi? - LineToday

Kehadiran aplikasi Injil berbahasa Minang beberapa waktu lalu sempat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat khususnya di Sumatera Barat. Aplikasi tersebut bernama Kitab Suci Injil Minangkabau. Kemunculan aplikasi ini menarik perhatian Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Irawan Prayitno. Irawan kemudian mengirim surat ke Menteri Komunikasi dan Informatika yang berisi permintaan penghapusan aplikasi tersebut dari layanan google store. Dari pantauan di google store, aplikasi tersebut kini sudah tidak ada lagi.

Seharusnya ketika aplikasi ini sudah ditarik dari peredaran, maka selesai sudah kontroversi yang sempat ditimbulkan. Namun belakangan ternyata muncul polemik-polemik baru terutama dari kalangan warganet di berbagai media sosial (medsos). Polemik yang dimaksudkan adalah seputar masalah intoleransi yang dituduhkan kepada Gubernur Sumbar. Tidak hanya itu, jagat medsos juga dihebohkan dengan beredarnya surat Gubernur Sumbar yang berisi permintaan penghapusan aplikasi tersebut.

Irawan Prayitno merespon dengan mengatakan bahwa persoalan Injil berbahasa Minang bukanlah persoalan intoleransi namun masalah adat dan budaya Minangkabau. Irwan mengatakan, adat Minangkabau memiliki falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, sehingga adat dan budaya itu melekat dengan agama Islam. Secara khusus Irawan berpesan agar masyarakat tidak terprovokasi dan tetap menjaga kerukunan antar umat beragama.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Sumbar Jasman Rizal mengatakan bahwa adat Minangkabau itu didasarkan pada syariat dan syariat itu didasarkan pada kitab Allah, yakni Alquran. Jasman pun mengatakan bahwa warganet yang kontra dengan persoalan ini, adalah orang yang tidak memahami falsafah orang Minangkabau. Dia pun meminta agar warganet dapat menghargai kearifan lokal di setiap daerah.

 Baca Juga: Anomali Mens Rea Pada Tuntutan Satu Tahun Novel Baswedan – Opini

Gereja Buka Suara

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) akhirnya buka suara dan memberikan tanggapan mengenai persoalan ini. PGI menganggap bahwa penolakan Pemerintah Provinsi Sumbar terhadap aplikasi Injil berbahasa Minang adalah bentuk pembatasan kebebasan beragama.

Ketua PGI, Pendeta Gamar Gultom berargumen bahwa, Alkitab sendiri sudah diterjemahkan ke berbagai macam bahasa, dan seharusnya bahasa tidak boleh diklaim sebagai milik umat agama tertentu. Dia pun mencotohkan bahwa di Arab Saudi juga ada Injil yang berbahasa arab, namun tidak ada penolakan yang terjadi disana.

Dikutip dari bbc, Pendeta GPIB Efrata di Padang, Julianus Yermias Kaimerah pun mengaku heran dengan adanya penolakan ini. Menurutnya selama ini sudah ada Injil bahasa Minang versi cetak, namun tidak pernah dipersoalkan.