Sama-sama Partai, Sama-sama Manusia: Kisah Partai Politik di Papua
beritapapua.id - Sama-sama Partai, Sama-sama Manusia: Kisah Partai Politik di Papua - Historia

Sama-sama Partai, Sama-sama Manusia: Kisah Partai Politik di Papua – Partai Sama-sama Manusia (SSM) adalah representasi perjuangan rakyat Papua melawan ulah Kolonial Belanda. Saat Ap Molah–sebutan orang Baliem terhadap Belanda–menjajah Papua, praktik diskriminasi dan penghinaan rasial kerap terjadi. SSM hadir demi menjaga muruah masyarakat Indonesia Timur.

Partai SSM lahir pada tanggal 5 November tahun 1960 di Sorong. Dari seorang tangan pemuda bernama Husein Warwey, ia menyalakan semangat perjuangan di Indonesia Timur. Bersama Luis Rumaropen asal Biak sebagai wakil, M. Ongge asal Sentani dan Z. Abaa sebagai sekretaris, mereka membawa sebuah misi: membawa kesetaraan bagi orang-orang Papua.

Sebagaimana disebut sebelumnya, SSM lahir atas penindasan Belanda. Menurut sejarawan Universitas Cenderawasih, Bernarda Meteray, zaman penjajahan Belanda kental dengan diskriminasi. Bahkan tak hanya di Sorong. Ketidakadilan kaum penjajah itu merambah hingga seluruh Papua.

“Hal ini bukan saja terjadi di Sorong tetapi juga di seluruh NNG (Papua, red). Kebijakan ini tidak hanya terjadi pada orang Papua tetapi juga orang Indonesia,” tulis Bernarda dalam disertasinya yang dibukukan Nasionalisme Ganda Orang Papua.

Namun yang menarik dari SSM, ia tidak berwajah layaknya partai politik lainnya. Jika partai pada umumnya saat itu sibuk dengan politiknya, SSM justru mengurusi sektor lain. Mereka mengerahkan tenaganya untuk mengurus sektor ekonomi, khususnya yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat lokal. Beberapa contohnya adalah persamaan hak dalam pekerjaan, ketentuan cuti yang memadai, dan pemenuhan kebutuhan yang berkeadilan.

Justus van der Kroeft dalam jurnalnya “Recent Developments in West New Guinea” termuat di Pacific Affairs, Vol. 34 No. 3, 1961 menerangkan geliat licik Belanda. Pemerintah kolonial berlaku curang dengan mengurangi takaran sembako. Dikutip dari historia.id, SSM melancarkan tuntutan agar agar pembagian beras dan gula diukur dengan benar di toko-toko.

Dalam catatan lainnya, sejarawan Belanda Pieter Drogglever dalam Tindakan Pilihan Bebas: Orang Papua dan Penyatuan Nasib Sendiri menyebutkan kelebihan partai SSM. Ia menunjukkan taringnya sebagai partai dengan merajut persatuan agama. SSM bersama Persatuan Christen Islam Radja Ampat (Perchisra) merupakan bentuk persaudaraan dua agama berbeda yang berhasil terjalin.

Baca Juga: Zumi Zola Masih di penjara, Istri Gugat Cerai

Cahaya SMM yang Kian Redup Jelang Kemerdekaan

Cahaya SSM kian meredup manakala sayap Republik Indonesia mulai merangkul nusantara. Pada tahun 1961, SSM semakin gencar bergumul di kancah politik. Kerap kali partai yang diketuai Husein Warwey ini menjadi juru bicara partai lain di Papua. Melalui kiprahnya, SSM merupakan satu dari delapan partai yang diakui pemerintah Indonesia.

Lantas, bagaimana gaung SSM kira pudar saat Papua berada di bawah naungan Indonesia? Hal ini tidak lepas dari semangat perjuangan orang Papua. Sebagaimana partai politik di Papua lainnya, SSM mengharapkan penduduk Papua tetap berada di bawah kekuasaan Belanda hingga Papua dapat berdiri sendiri. Ia mendeklarasikan bahwa penduduk Papua tidak mempunyai kaitan apapun dengan Indonesia. Namun, agaknya langkah ini disalahartikan.

Pemerintah menilai langkah SSM merupakan bentuk upaya memisahkan diri dari kedaulatan Indonesia. Label separatis kemudian melayang ke wajah SSM yang membuatnya pudar ditelan sejarah. Gaungnya kian hilang, namun diskriminasi terhadap orang Papua langgeng hingga kini.