Terus Dapat Tekanan, Ada Apa dengan RUU Omnibus Law? – Demo penolakan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) Omnibus Law yang dilakukan oleh kalangan buruh kembali terjadi. Kali ini demo dilakukan di depan gedung Balai Kota dan DPRD DKI Jakarta.
Sejumlah massa dari berbagai organisasi buruh menuntut penolakan terhadap RUU Ciptaker Omnibus Law karena dianggap sebagai peraturan yang tidak menguntungkan bagi kaum buruh. Hal ini dikarenakan di dalam rancangannya terdapat beberapa pasal yang dinilai merugikan para buruh.
Dalam tuntutannya, Gerakan Buruh Jakarta meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan pimpinan DPRD DKI Jakarta untuk menolak RUU Ciptaker yang akan dibahas DPR RI.
Selain itu, mereka juga meminta DPRD DKI untuk menyampaikan sikap kepada Presiden Joko Widodo agar membatalkan RUU Ciptaker.
“Gerakan buruh Jakarta yang ada di DKI meminta kepada pimpinan DPRD untuk menyatakan sikap menolak RUU Omnibus Law yang akan dibahas oleh DPR RI serta menyampikan sikapnya kepada Presiden agar segera membatalkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja,” ujar salah satu orator dari atas mobil komando.
Baca Juga: Negara Rugi Hingga Rp 43 Triliun karena Truk ODOL
Mengapa Omnibus Law Terus Mendapat Penolakan? Berikut Alasannya!
Penolakan terhadap RUU Omnibus Law terus mengalir di masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya kritikan yang masuk ke pemerintah terkait RUU Omnibus Law tersebut. Kritik yang masuk bukan hanya dari kalangan buruh, melainkan datang juga dari lembaga bantuan hukum.
Mengutip dari hukumonline.com Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana menjelaskan tiga hal yang menjadi catatan terhadap omnibus law. Pertama, omnibus law berpotensi menambah masalah dalam sistem hukum Indonesia. Kedua, perencanaan omnibus law terkesan terburu-buru dan tertutup. Ketiga, omnibus law RUU Ciptaker berpotensi melanggar hak warga negara terutama kaum buruh dan keluarganya yang dijamin konstitusi.
Selain itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuturkan setidaknya ada 9 (Sembilan) alasan penolakan RUU Omnibus Law Ciptaker.
Alasan tersebut antara lain:
- Hilangnya ketentuan upah minimum kabupaten/kota. Dalam RUU Ciptaker, pasal 88 C ayat 2 hanya mengatur Upah Minimum Provinsi (UMP)
- Adanya masalah dalam aturan pesangon yang dianggap menurun dan tidak ada kepastian.
- Aturan Omnibus Law akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas (outsourcing). Hal ini dinilai bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan yang mengatur penggunaan outsourcing dibatasi dan hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok (core business).
- Penghapusan sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar aturan dan diganti dengan sanksi administratif.
- Aturan mengenai jam kerja yang dianggap eksploitatif.
- Sulitnya pengangkatan karyawan kontrak menjadi karyawan tetap.
- Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) termasuk buruh kasar yang bebas.
- Kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi buruh, dan
- Hilangnya jaminan sosial bagi buruh terutama jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.