Tradisi Perang Antar Suku di Lembah Baliem
Tradisi Perang Antar Suku di Lembah Baliem

Tradisi Perang Antar Suku di Lembah Baliem – Pada bulan Juni tahun 1938 tim ekspedisi yang dipimpin oleh Richard Archbold melihat lembah yang luas dari kaca jendela pesawat dan melakukan pendaratan. Lembah Baliem merupakan lembah di pegunungan Jayawijaya. Berada di ketinggian 1600 meter dari permukaan laut yang dikelilingi pegunungan dengan pemandangannya yang indah dan masih alami. Suhu bisa mencapai 10-15 derajat celcius pada waktu malam. Lembah ini dikenal juga sebagai grand baliem valley merupakan tempat tinggal suku Dani yang terletak di Desa Wosilimo, 27 km dari Wamena, Papua. Selain Suku Dani beberapa suku lainnya hidup bertetangga di lembah ini yakni Suku Yali dan suku Lani. Lembah adalah sekitar 80 km panjang sebesar 20 km dengan lebar dan terletak di ketinggian sekitar 1,600-1,700 m, dengan populasi sekitar 100.000 jiwa.

Masyarakat Pegunungan Tengah masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaannya, dan memiliki keterampilan untuk membangun kehidupannya sesuai dengan apa yang dimilikinya. Salah satu bentuk penghormatan kepada leluhur mereka adalah, mumi dari jenazah orang-orang yang memiliki jasa besar di Lembah Baliem. Proses mumi ini dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan alami. Selain itu, masyarakat Lembah Baliem juga memiliki tradisi perang.

Baca Juga: Festival Danau Sentani Sebagai Perayaan Seni Tahunan

Perang Antar Suku Sebagai Bagian dari Adat Masyarakat Lembah Baliem

Perang merupakan salah satu bagian dari adat dan tradisi masyarakat yang mendiami Lembah Baliem dan sekitarnya. Manusia Lembah Baliem percaya bahwa perang dilakukan sebagai jalan mencapai keseimbangan hidup. Perang juga diperlukan untuk kelangsungan kehidupan kedepan. Perang begitu penting bagi kehidupan manusia Lembah Baliem oleh sebab itu perang tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Seluruh rangkaian aksi perang harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan adat yang diwariskan secara turun-temurun oleh moyang terdahulu. Hal ini penting dilakukan karena perang adalah sesuatu yang sakral. Atas dasar nilai pentingnya, perang tidak boleh dihilangkan. Perang hanya boleh dihentikan atau diamankan melalui upacara perdamaian. Berawal dari tradisi inilah kemudian Festival Lembah Baliem diadakan.

Kemudian hari festival ini merupakan acara perang antar suku Dani, Lani, dan Suku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadi ajang adu kekuatan antarsuku dan telah berlangsung turun temurun. Festival Lembah Baliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap bulan Agustus bertepatan dengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya pertama kali digelar tahun 1989.