Udah Janji Dinikahi, Eh Di-Ghosting. Ada Dampak Hukumnya? – Masyarakat sedang dihebohkan dengan romansa putera Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Kaesang memang sudah tak asing dengan panggung viralitas, terutama di sosial media dan kalangan generasi milenial. Sebagai anak presiden yang kerap tampil dengan leluconnya, Kaesang hampir selalu menjadi pembicaraan netizen.
Namun pemberitaan kali ini jauh dari panggung yang biasa dinaiki oleh Kaesang. Ia diviralkan oleh ibu dari mantan pacarnya, Felicia. Ibu Meilia Lau, ibunda dari Felicia, mantan pacar Kaesang, tiba-tiba mengunggah status di Instagramnya, yang isinya menumpahkan kekesalannya kepada Kaesang. Kaesang dianggap telah mengingkari janji untuk menikahi puterinya, dan bahkan tanpa kabar dan pesan, meninggalkan Felicia.
Istilah kerennya, untuk generasi milenial, “Kaesang sudah meng-ghosting Felicia”
Baca juga: Selamat Hari Musik Nasional, 9 Maret
Menurut Meilia, jalinan asmara yang telah dijalin oleh Kaesang dan Felicia selama lima tahun, sudah pernah diikat dengan janji menikah oleh Kaesang pada tahun 2017. Dalam unggahan status tersebut, Meilia mengungkap bahwa Kaesang berjanji akan menikahi Felicia pada bulan Desember tahun 2020. Namun, alih-alih mendapatkan kepastian akan janji Kaesang, Pendiri Franchise ‘Sang Pisang’ itu justru perlahan menarik diri dari dunia Felicia dan menghilang.
Banyak yang menaruh simpati terhadap Felicia. Langkah Kaesang yang menghilang dari kehidupan Felicia dianggap tidak kesatria. Namun, netizen masih menunggu klarifikasi dari Kaesangnya sendiri. Karena cerita yang menjadi konsumsi publik, masih merupakan cerita dari satu sisi saja.
Apakah Ingkar Janji Nikah Bisa Disebut Wanprestasi?
Janji, tutur yang mampu menjadi harapan bagi mereka yang menerimanya, dengan memberikan kembali kepercayaan. Meskipun janji hanya diungkap dengan kata-kata, namun sudah menjadi etika yang disepakati bersama, bahwa janji adalah utang. Begitu pula dengan janji nikah.
Meskipun terdengar sepele, namun janji nikah bisa dianalogikan sebagai sebuah kesepakatan antara kedua belah pihak, untuk menyatukan dua orang asing, bukan hanya menjadi satu keluarga, namun juga menjadi kesepatan untuk menyatukan dan saling berbagi hak keperdataan dari kedua mempelai nantinya. Lantas, apakah dengan diingkarinya sebuah janji nikah, bisa disebut sebagai perbuatan ingkar janji atau wanprestasi? Atau mungkin sebagai perbuatan melawan hukum?
Sayangnya, janji nikah yang diucapkan oleh seseorang, atau yang disepakati oleh kedua pihak, merupakan sebuah gentlemen’s agreement. Kesepakatan yang diucapkan secara lisan ini, tidak mempunyai implikasi hukum apa-apa. Karena sebuah pelanggaran atas kesepakatan, membutuhkan pembuktian di hadapan pengadilan, yang dalam hal ini, sulit dilakukan jika hanya diucapkan secara lisan.
Janji Nikah Diatur di Dalam KUHPerdata
Baca jua: Fintech Ilegal, Patutkah Dibayar? Begini Penjelasannya
Secara spesifik, janji nikah diatur di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Pasal 58. Pasal ini sudah tegas menyatakan bahwa janji nikah atau janji kawin bukan merupakan sebuah janji mengikat. Namun jika rencana menikah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, sudah diikuti dengan pengumuman kepada khalayak, dalam hal ini berupa undangan yang telah disebar, maka pihak yang dirugikan atau yang ditolak, bisa menuntut kerugian.
Adapun bunyi dari Pasal 58 adalah sebagai berikut:
“Janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka Hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin ini telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.”
Oleh karenanya, sebuah janji nikah yang diucapkan, patutnya bersifat sakral. Namun pada kenyataannya, janji nikah lebih sering diucapkan sebagai salah satu unsur bujuk rayu dan bualan dari salah satu pasangan, demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Berhati-hatilah dengan modus buaya darat dan betina ini, ketika mengucap janji nikah.